Jakarta, Journalmedianews.com | Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pimpinan organisasi advokat tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai pejabat negara. Ketentuan ini tertuang dalam Putusan Perkara Nomor 183/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Selasa, 30 Juli 2025.
Putusan tersebut merupakan hasil uji materiil terhadap Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sebelumnya, pasal ini telah dimaknai MK melalui Putusan Nomor 91/PUU-XX/2022, yang menyatakan bahwa ketentuan tersebut membuka peluang terjadinya konflik kepentingan apabila seorang pimpinan organisasi advokat merangkap jabatan sebagai pejabat negara.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan pentingnya menjaga independensi dan integritas profesi advokat, termasuk dalam organisasi profesinya. MK menyatakan bahwa posisi pimpinan organisasi advokat memiliki pengaruh signifikan dalam pengawasan dan pembinaan profesi, sehingga tidak selayaknya dijabat oleh seseorang yang juga memiliki kekuasaan di ranah eksekutif, legislatif, atau yudikatif.
“Rangkap jabatan pimpinan organisasi advokat sebagai pejabat negara berpotensi menimbulkan benturan kepentingan dan mengganggu profesionalitas serta independensi organisasi advokat,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta.
Putusan ini dinilai menjadi langkah penting dalam memperkuat tata kelola organisasi advokat di Indonesia. MK juga menekankan bahwa organisasi profesi advokat memiliki tanggung jawab moral dan hukum dalam menjaga etika serta standar profesi yang tinggi.
Dengan demikian, pimpinan organisasi advokat yang tengah menjabat sebagai pejabat negara diwajibkan untuk memilih salah satu jabatan dan tidak dapat merangkap keduanya.