JAKARTA | Dalam sejarah peradilan konstitusional Indonesia, fenomena dissenting opinion atau pendapat minoritas yang diungkapkan oleh tiga anggota Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya, khususnya dalam kasus yang berkaitan dengan pemilihan umum.
Mahfud MD, yang merupakan calon wakil presiden dengan nomor urut tiga, menganggap ini sebagai momen bersejarah dalam evolusi hukum nasional.
“Ini merupakan bagian dari evolusi hukum kita,” ungkap Mahfud saat berada di Posko Teuku Umar Nomor 9, Jakarta, pada hari Senin, 22 April 2024.
Berdasarkan pengalamannya sebagai mantan Ketua MK, Mahfud menyatakan bahwa selama masa jabatannya, tidak pernah terjadi dissenting opinion dalam putusan terkait pemilu.
“Perhatikan saja pemilu-pemilu sebelumnya seperti tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019, dimana seluruh hakim memiliki suara yang seragam. Jika ada perbedaan pendapat, biasanya akan dicari kesepakatan terlebih dahulu,” tutur Mahfud, yang juga pernah menjabat sebagai Menko Polhukam.
“Namun, kali ini tampaknya tidak mungkin mencapai kesepakatan, sehingga dissenting opinion harus diungkapkan,” tambahnya.
Meskipun demikian, Mahfud memberikan penilaian positif terhadap delapan hakim MK yang memutuskan kasus sengketa hasil Pilpres 2024, menurutnya mereka telah melakukan tugas dengan baik.
Untuk diketahui, MK telah menolak gugatan yang diajukan oleh pasangan Ganjar-Mahfud serta pasangan nomor urut satu, Anies-Muhaimin. Tiga hakim, yaitu Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat, menyampaikan pendapat yang berbeda.
Dengan penolakan gugatan tersebut, keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming sebagai pemenang Pilpres 2024 tetap berlaku.