Lebak – Rabu, 25 Juni 2025 | Miris dan memprihatinkan, seorang pria lanjut usia yang mengaku sebagai dukun di Desa Wangunjaya, Kecamatan Cigemblong, Kabupaten Lebak, Banten, diduga melakukan tindakan asusila terhadap pasiennya sendiri dengan modus mandi kembang.
Peristiwa ini menggegerkan warga Kampung Cikareo setelah seorang perempuan berinisial A, warga setempat, melaporkan tindakan pencabulan yang dialaminya saat menjalani ritual spiritual.
Korban A mengungkapkan kepada awak media, bahwa awalnya ia diajak oleh pelaku yang diketahui bernama Suminta Wijaya Kusuma untuk melakukan ritual mandi kembang tujuh rupa di sebuah aliran kali.
Setelah ritual, korban diarahkan menuju pinggir leuit (tempat penyimpanan padi) yang kemudian menjadi lokasi dugaan tindak pencabulan.
“Saya disuruh mandi di kali dengan kembang tujuh rupa, lalu diajak ke pinggir leuit. Di sana saya ditelanjangi, payudara dan bagian sensitif saya dipegang. Saya tidak bisa melawan, seperti kena hipnotis. Setelah itu dia seenaknya melakukan perbuatan zina terhadap saya,” ungkap korban dengan wajah trauma.
Pasca kejadian, pihak desa setempat memanggil pelaku dan membuat surat pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pelaku. Dalam surat tersebut, pelaku mengakui perbuatannya, menyatakan penyesalan, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Namun, berdasarkan pantauan awak media dan sejumlah LSM yang hadir di lokasi, proses penyelesaian secara kekeluargaan tersebut dinilai tidak adil dan cenderung sepihak. Tidak ada kepuasan dari pihak korban dan tidak disertai dengan penegakan hukum yang seharusnya berlaku.
Sejumlah warga dan aktivis mendesak agar aparat penegak hukum (APH) segera menindaklanjuti kasus ini sesuai hukum yang berlaku. Tindakan asusila dengan dalih ritual tidak bisa dibenarkan, apalagi dilakukan terhadap korban yang dalam kondisi lemah secara psikis dan spiritual.
Tindakan yang dilakukan oleh pelaku dapat dijerat dengan Pasal 289 KUHP tentang perbuatan cabul, serta Pasal 285 KUHP jika terdapat unsur pemaksaan yang mengarah pada tindakan pemerkosaan.
Selain itu, pelaku juga bisa dijerat dengan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, khususnya terkait pelecehan seksual berbasis kekuasaan atau pengaruh.