Scroll untuk baca artikel
Gemini-Generated-Image-k1zdjhk1zdjhk1zd
IMG-20251101-210831
Kisah

Keterbatasan,Harapan,dan Doa: Perspektif Reflektif atas Perjalanan Hidup

2191
×

Keterbatasan,Harapan,dan Doa: Perspektif Reflektif atas Perjalanan Hidup

Sebarkan artikel ini
White-Blue-Professional-Website-Developer-Linked-In-Banner

Penulis: Asep Zaenal Ulum
Penerbit: www.journalmedianews.com
Copyright © JMN 2025

 

Red-and-Black-Bold-Minimalist-News-Update-Instagram-Reels-Video

1 Oktober 2025 | Tahun 2025 menjadi periode yang sangat menentukan dalam perjalanan hidup saya. Kesulitan yang saya alami tidak hanya bersifat material, tetapi juga menyentuh ranah psikologis dan sosial. Dalam situasi penuh tekanan, saya menemukan fakta bahwa kepedulian sejati ternyata sangat terbatas. Hanya orang tua dan istri yang benar-benar hadir memberikan dukungan nyata, baik berupa doa, nasihat, maupun pengorbanan materi.

Pengalaman ini sekaligus menghadirkan ironi. Figur-figur yang selama ini saya anggap mampu memberi dukungan moral ternyata justru berperilaku sebaliknya. Alih-alih memberi semangat, mereka menambah beban psikologis yang membuat saya sempat berada di ambang keputusasaan, kebimbangan, bahkan kemarahan. Namun, justru dari peristiwa inilah saya memperoleh pencerahan. Kesulitan berfungsi sebagai instrumen seleksi sosial—membantu saya mengidentifikasi siapa yang layak didekati, siapa yang sebaiknya dijaga jaraknya, serta siapa yang sungguh tulus dalam relasi.

Secara eksistensial, pengalaman ini memberi arah baru dalam hidup saya. Saya menyadari bahwa setiap ujian tidak hanya dimaknai sebagai penderitaan, tetapi juga sebagai proses pemurnian: penyaringan hubungan, penguatan iman, serta penataan kembali orientasi hidup. Oleh karena itu, meskipun beban hidup terasa berat, saya meneguhkan diri untuk terus berdoa, bersyukur, dan melangkah.

Saya juga menyadari keterbatasan pribadi dalam menyelesaikan persoalan. Namun keterbatasan tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk berhenti berjuang. Justru di situlah doa, refleksi, dan dukungan keluarga menemukan relevansinya. Perjalanan hidup saya masih panjang; kesempatan untuk berbalas budi terhadap mereka yang mendukung pun masih terbuka lebar.

Dengan demikian, tahun 2025 menjadi momen penting untuk menata ulang paradigma hidup. Saya belajar bahwa dalam situasi krisis, kejujuran relasi manusia teruji. Dan pada saat yang sama, saya dituntut untuk menata ulang arah hidup agar lebih terstruktur, lebih resilien, dan lebih bermakna.

Sekian catatan hidup saya,semoga ada hikmah disetiap peristiwa dan tuhan selalu menunjukan arah hidup yang baik.Terimakasih

Black-Red-Modern-Breaking-News-Video

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *