Sesar Lembang dan Potensi Longsor di Jawa Barat,Pusat Riset Kebencanaan Geologi Bertindak

Jabar,|Journalmedianews.com- Hujan dan sesar lembang menjadi penyebab wilayah perbukitan di Bandung utara, yang mencakup Kota dan Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat hingga Cimahi, rawan bencana longsor.

Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi Bada Riset dan Invasi Nasional (BRIN) Adrin Tohari menjelaskan bagaimana perubahan tata guna lahan berdampak pada potensi bencana longsor di wilayah perbukitan Bandung.

Menurutnya, hilangnya pohon yang menjadi penyerap serta kondisi tanah vulkanik yang belum mengalami pemadatan yang cukup membuat wilayah semacam ini .

“Sekarang bisa kita lihat banyak sekali pemukiman di situ [Bandung Utara]. Daerah-daerah perbukitan itu sudah berubah jadi pemukiman. Tentunya ketika satu kawasan terbuka maka tanah akan mudah sekali menyerap air hujan,” jelas Adrin di sela diskusi terkait fenomena Selat Muria di Kantor BRIN, Kamis (28/3).

“Daerah tanah perbukitan seperti di Lembang itu tanah vulkanik yang belum mengalami pemadatan, sehingga dengan mudah air masuk mengisi pori-porinya. Apabila itu menjadi jenuh air, maka yang terjadi longsor,” imbuhnya.

Dengan demikian, kata Adrin, perubahan tata guna lahan di daerah perbukitan pasti memicu longsor.

Ia menjelaskan lebih rinci tentang fungsi tanaman dalam mencegah longsor, yakni lewat akar yang dianalogikan sebagai sedotan dan daun-daunnya yang dianalogikan seperti kanopi.

“Karena sudah tidak ada lagi akar yang menghisap air tanah. Kan fungsinya seperti sedotan, penghisap air, supaya terjadi keseimbangan. Dan juga tidak ada lagi yang menutupi permukaan tanah itu supaya air tidak masuk ke tanah secara berlebihan, tidak ada lagi kanopi,” tuturnya.

Lebih lanjut, Adrin menyebut wilayah Bandung Utara perlu waspada terhadap bencana longsor. Bencana longsor ini bisa diakibatkan hujan dan yang berkaitan dengan sesar lembang.

Pusat Riset Kebencanaan Geologi sendiri melakukan pemasangan alat untuk memantau sejumlah titik di sesar lembang. Pemantauan di wilayah tersebut dilakukan karena riset yang sudah ada memperkirakan periode ulang sesar ini memiliki interval yang tidak lama.

“Sesar itu punya periode ulang yang tidak lama. Jadi mungkin 100 tahun dari event yang terakhir. Itu yang sedang kita coba pahami kira-kira pada saat ini kondisi sesar lembang itu sedang menghimpun energi atau tidak,” terangnya.

Salah satu wilayah yang dipantau adalah kawasan Gunung Batu. Adrin dan tim memasang alat Early Warning System (EWS) pergerakan tanah di kawasan tersebut untuk memonitor pergerakan lereng.

Pasalnya, pergerakan atau guncangan sebesar apapun di wilayah tersebut dikhawatirkan membuat Gunung Batu melorot.

Dengan pemantauan tersebut, para peneliti nantinya bisa memberikan peringatan jika hal itu terjadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *