Bogor, 23 September 2024 – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang seharusnya menjadi solusi bagi masyarakat untuk mendapatkan sertifikat tanah dengan biaya terjangkau, kini menjadi ajang pungutan liar oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama tiga menteri dan Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 64 Tahun 2017, masyarakat hanya perlu membayar Rp150 ribu untuk memenuhi beberapa persyaratan. Namun, kenyataan di lapangan berbeda.
Di Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, beberapa warga melaporkan adanya pungutan liar yang dilakukan oleh oknum perangkat desa. Salah satu warga mengungkapkan bahwa mereka diminta membayar biaya yang berbeda-beda tergantung status kepemilikan surat Girik.
“Kalau yang sudah punya surat Girik, diminta uang Rp150 ribu di awal untuk pendaftaran dan administrasi. Nanti kalau sudah selesai suratnya, bayar lagi Rp500 ribu saat pengambilan. Tapi kalau yang belum punya surat Girik seperti saya, surat Giriknya masih nyatu sama punya adik, harus dipecah dulu. Administrasinya beda, pertama Rp150 ribu buat pendaftaran, nanti pas pengambilan bayar Rp1 juta lagi, jadi totalnya Rp1 juta 150 ribu,” ujar salah satu warga.
Warga lainnya menambahkan, “Banyak yang ikut program itu karena kalau kita bikin sendiri biayanya mahal. Kemarin juga katanya ada yang sudah beres tapi belum ditebus, soalnya nebusnya harus bayar Rp500 ribu lagi. Jadi yang belum punya uang ya belum ditebus.”
Sayangnya, pihak Pemerintah Desa (Pemdes) tidak memberikan penjelasan apapun, baik melalui pesan WhatsApp maupun saat didatangi ke kantor desa oleh awak media yang ingin melakukan wawancara untuk pemberitaan yang berimbang.
Sementara itu, Heri Pujianto, Ketua PTSL BPN Bogor, memberikan pernyataan yang bertolak belakang. Ia dengan tegas mengatakan bahwa selama menjabat sebagai Ketua PTSL, tidak pernah ada pungutan liar seperti yang diberitakan.
“Wa’alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh. Semoga kita semua selalu diberi kesehatan dan kelancaran… Aamiin. Semenjak kabar berita itu muncul, saya sudah melakukan konfirmasi dan mencari informasi baik secara internal di tim satgas BPN maupun secara eksternal dengan tim satgas dari desa. Selama 2 bulan lebih saya menjadi ketua PTSL, tepatnya sejak 1 Juli 2024, tidak ada hal yang terjadi seperti apa yang diberitakan. Saya juga mengimbau dan mengajak kepada kepala desa dan semua satgas, baik itu satgas tim BPN maupun satgas desa, agar tidak melakukan hal-hal di luar ketentuan yang semestinya untuk membantu masyarakat memperoleh sertifikat, malah mempersulit masyarakat,” ucapnya.
“Saya hanya mengonfirmasi selama saya bertugas di PTSL per tanggal 1 Juli 2024 dan sesuai informasi dari kepala desa Palasari (mungkin bapak juga bisa meminta konfirmasi langsung🙏), tidak ada hal yang terjadi seperti itu pada saat saya bertugas,” sambungnya.
Heri juga menantang media untuk menayangkan berita tersebut jika memang memiliki data dan bukti autentik adanya pungli. “Saya persilahkan kalau itu sesuai data dan fakta,” pungkasnya.
Pernyataan yang saling bertolak belakang ini tentunya membuat banyak pihak merasa kecewa karena aduan masyarakat dianggap fiktif dan seolah menuduh apa yang ditulis oleh awak media sebelumnya hanya karangan belaka.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan pungli dalam program PTSL di berbagai daerah. Pemerintah diharapkan dapat segera mengambil tindakan tegas untuk memastikan program ini berjalan sesuai dengan aturan dan tidak memberatkan masyarakat.